Di Jumat sore itu aku duduk di tempat biasa menanti sang mentari mencari ufuk dan berjanji akan kembali pada hari sebelum ia benar-benar tenggelam dalam peraduan. Lalu lalang kendaraan yang lumrah terjadi sudah menjadi panorama basi yang sejujurnya membuat mata jenuh memandang, bising pendengaran, dan selalu menjadi perusak momen antara diskusiku dengan semesta. Terlepas dari itu semua, ada satu hal yang membuat fokusku beralih dari suasana yang membosankan, yaitu sepenggal lirik "Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa" dari mulut anak kecil yang berada diatas motor melewati lajur kiri dari ruas jalan sehingga suara lucunya terdengar oleh ku yang berada persis beberapa meter dari bahu jalan. Dengan riang dan sedikit kencang kulihat dan kudengar ia bernyanyi tanpa beban kemudian, seiring menjauhnya kendaraan pun perlahan suaranya menghilang bersamaan dengan laju hiruk pikuk arus lalu-lintas dalam kemacetan, sedang aku, telah lena oleh keadaan mengenang sosok yang memiliki maha kasih setelah Tuhan dan ia adalah Ibunda tersayang.
Aku adalah salah satu diantara banyak orang yang mempercayai bahwa "Tak ada yang kebetulan di tiap kejadian dalam kehiduan, sebab setiap kita selalu ada dalam lingkaran penjara takdir adikuasa. Semakin menentang apalagi menantang, kau akan semakin karam dalam ketidak pastian, kita sebagai hamba hanya di titah untuk belajar kemudian sabar dalam menjalani ketetapan". Anak kecil itu menjadi pengantar ingatanku pada Ibu yang hampir setiap hari hangat peluknya kurindukan dan meski kusadar semuanya takkan bisa lagi aku dapatkan. Sudah dua dasawarsa ini, ia (Ibu) menepati janjinya untuk pulang dalam pelukan Tuhan melalui ikrar tanpa bisa di ingkari. Suratan takdir tak pernah menerima segala bentuk kompromi apalagi ditawari, sebab ianya keniscayaan yang berwujud pasti. Aku yang saat itu masih bocah tentu tak bisa mengerti tapi dipaksa harus memahami tanpa tahu penyebab bunda pergi ke negeri abadi, bahkan sejujurnya saat itu aku menangis bukan bersedih melihat apa yang telah terjadi melainkan mengikuti rintihan manusia-manusia di dekatku, haru memandang tubuh bunda terbujur kaku.
Sejak saat itu, perlahan keadaan, memberi arti kehilangan dan hingga akhirnya aku mengerti bahwa aku telah menjadi tuna rasa, cacat kasih sayang dan haus akan kelembutan dari sesosok manusia yang sejatinya paling dirindukan setiap orang dan tempat Tuhan menitipkan sebenar-benarnya cinta melalui kasih sayang yang di kakinya ada surga tapi, sering terabaikan bahkan di lupakan oleh kebanyakan orang. Iri. . . sudah tentu!!! Setiap mendengar anak-anak lain memanggil Ibu, apalagi melihat mereka bermanja ria dengan Ibunda tersayang tapi apalah daya aku hanya mampu memendam haru dibalik bahagia diantara mereka yang kapan saja bisa memandang dan mengucapkan 'Ibu I Love U' yang kemudian berbalas pelukan atau sekedar senyuman lalu meredalah setiap resah, gelisah, sebab belaian seorang Bunda adalah penawar setiap bentuk kesedihan yang paling mujarab. Iya, itu bagi mereka, tapi tak pernah berlaku bagiku yang selalu berharap pertemuan semu dalam tiap mimpi-mimpi ku.
Terlepas dari hikmah yang ada pada setiap kejadian, sampai saat ini aku masih berusaha mencari pengganti rindu bakti pada seorang Ibu yang telah sempurna menjadi sukma tanpa raga. Sebelumnya aku sempat berpikir untuk menjadi seseorang ahli ibadah lalu akan ku tukar surga kecilnya menjadi surga yang maha besar tapi, aku sadar bahwa surga bukan tentang seberapa banyak kau menyembah melainkan mampukah engkau purna menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia!!! Butuh proses untuk menuju kesana (Insan Kamil) pastilah sulit untuk digapai, tapi bukan tak mungkin untuk dilakukan. Untung Tuhan memberi kesempatan bagi orang-orang sepertiku untuk mengabdi pada Bunda yang telah tiada dengan banyak cara dan salah satunya menjadi Tahfiz Quran.
Di keyakinanku, barang siapa yang mampu menghafal dan mengamalkan Al-quran maka ia akan diberikan banyak keutamaan di dunia maupun di akhirat. Salah satu diantara banyaknya keutamaan pada hari akhir dan sebagai hadiah, Allah akan memberikan kemulian kepada kedua orang tua Si penghafal Al-quran mahkota dari cahaya dan syafaat surga (gratis tanpa syarat). Aku dengan segala keterbatasanku akan berusaha dan terus berusaha untuk menjadi bagian dari para Tahfiz-tahfiz Quran tersebut, niat telah terpatri dalam hati apapun yang terjadi menjadi Penghafal Quran telah menjadi janjiku pada diri tanpa bisa ditawar lagi. Semoga itu menjadi salah satu baktiku pada mereka yang rela memberi apapun yang mereka miliki demi aku yang masih belum bisa menjadi kebanggan mereka hingga kini. Tapi inilah janjiku sampai nanti sampai mati walau segala kemungkinan bisa saja terjadi, aku akan menukarkan surgaku untuk mereka yang kusayangi.
Catatan ini sepenuhnya bukan tentang surahan hati atau keluh kesah diri. Namun, semua huruf yang tertera dalam coretan sederhana ini kupersembahkan pada sesiapa saja yang menyempatkan membaca tulisan ini dan teruntuk teman-temanku yang masih memiliki Ibu, jangan pernah sia-siakan kesempatan berbakti apalagi sampai menyakiti. Kunci kesuksesan tak perluh kau cari kesana kemari sebab ianya berada sangat dekat dengan dirimu, iya. . . kunci itu adalah Doa dari seorang Ibu yang tak mampu dihalangi oleh apapun saat ia melangitkan mantra suci dari mulutnya, pun dengan keluhnya yang akan menjadi murka ilahi dan jangan sampai itu terjadi. Saat kau telah selesai membaca tulisan sederhana ini, segeralah kau cari Ibu dan coba sesekali peluk ia dan jangan menjadi seorang angkuh gegara kau telah dewasa hingga membuatmu enggan, malu atau ragu mealkukannya. Sampai kapanpun kau akan tetap menjadi anaknya, pun dengan ia yang akan selalu menggap dirimu sebagi bocah yang baru kemarin dilahrikannya.
Teruntuk ibu diseluruh dunia, terimalah persembahan dari kami berupa Cinta, Kasih, Sayang yang berbentuk tulisan, lisan, pelukan ataupun ciuman manja dari anak-anakmu yang selalu membutuhkan hangat dari belaian kasih cinta suci yang tiada lelah kau taburkan demi keberlangsungan hidup kami. Selamat Hari Ibu meski kami tau hari anak bagi para ibu bukan saja setiap hari tapi setiap helaan nafas, detik dan saat yang tak akan mungkin bisa kami balas dengan sesuatu apapun. I Love U Ibu, salam sayang dari anak yang belum sempurna memberi bakti apalagi hanya sekedar membuatmu tersenyum sumringah, bahagia atas prestasi yang kumiliki.
Aku terharu ;(
BalasHapusAku sedih
BalasHapusðŸ˜
BalasHapus