Langsung ke konten utama

Sebuah Cerpen "Sebagai Pengantar"

Rasanya, berat meninggalkan kota kecil dengan segudang cerita di dalamnya. Selain keluarga dan sahabat, kota ini adalah pelengkap masa-masa dimana sejarah kehidupanku di mulai, kisahku takkan pernah lengkap tanpa kota mungil nan menawan ini. Suasana Lubuklinggau pada rembang senja alasan mengapa rinduku selalu membuncah kala mengingat tanah kelahiranku saat berada di kota Bandung tempat aku mengeyam pendidikan, di tambah lagi hiruk-pikuk kota yang bisingnya kendaraan tak terlalu membuat manusia yang mendiaminya bergerutu sebab, jalan protokol tak pernah sekalipun terjadi kemacetan meski ramai lalu-lalang kendaraan.

Ah, aku sebentar lagi akan merindukannya. Iya, sebentar lagi. . .


Hari-hari sebelum aku kembali ke Bandung, ku habiskan beberapa bacaan dan kemudian mendiskusikannya bersama Damar sahabat tersayang, meski kadang sifat menjengkelkannya selalu membuatku terkadang risih, tapi ia selalu bisa membuat risihku berubah menjadi basi seketika dengan tingkah konyol dan tentu membuatku tersenyum menahan tawa oleh ulahnya. Di depan teras rumah, biasanya aku dan Damar mendiskusikan hasil bacaan kami sambil ditemani snack favoritku, secangkir teh dan kopi tentunya yang selalu menjadi menu wajib Damar. Kebiasaan yang tak pernah berubah di antara aku dan Damar ialah tentang teras rumahku dan Damar yang selalu menjadi tempat kami berbagi cerita, tak ada sesuatu yang aneh memang, tapi agak sedikit beda dengan kebiasaan orang-orang. Saat aku ingin bercerita atau mengajaknya berdiskusi, maka bukan aku yang mendatanginya melainkan Damar lah yang harus menghampiriku dan begitupun sebaliknya. Waktu yang paling pas untuk memulai perbincangan tentu setelah Ashar hingga menjelang maghrib sebab durasinya cukup luang  untuk bercengkrama sembari menikmati sore hari dan kami selalu menikmatinya.


Di kejauhan, Damar perlahan tampak dengan wajah sumringah mendekatiku yang sedari tadi menunggu kedatangannya.


"Lan!!! Kopi samo roti la siapkan?" Pekiknnya


"La ado galo, spesial buat tamu yang dak bemalu!!!" Jawabku meledek


"Nah, sayang nian yo. . ." Sambutnya


"Sayang ngapo?" Tanyaku


"Ciye. . . Ketahuan yang sayang samo aku. Aku dak apo-apo sayaaaaaaang." Balasnya mebalas ledekanku


"@#***×@*, Jomblo akut.!!!!" Dengan sangat jengkel


Selalu. . . Aku selalu kalah dengan Ledekan Damar sehingga niatku untuk meledeknya malah ia membalas dengan ledekan dan itu menjengkelkan!!! Tapi, begitulah Damar, ia selalu tahu cara membuat suasana mencair seketika dengan banyolan-banyolan yang ia ciptakan. Jarakku dan Damar hanya di pisahkan oleh meja kecil yang ada diantara kursi teras, dan kehangatan selalu terjalin saat kami mulai berbincang.


"Cak mano Lan, buku apo yang nak kau ceritoi ke aku?" Mulainya


"Kali ini beda dengan apo yang sering kito diskusikana Mar. Kalo biasonyo kito diskusi tentang buku dengan isu sosial, kemanusiaan dan sejenisnyo, sekarang aku pengen nyeritoi tentang buku yang baru selesai aku baco." Sambutku


"Oke, Buku bucin ini pasti. Tapi dak apolah kan selalu ado pesan moral di dalam setiap buku yang kito baco." Damar mencoba memantik.



"Ya. . . Kira-kira begonolah. Tapi aku ngeraso buku ini caknyo layak untuk kito bahas, Mar. Soalnyo bagus nian ceritonyo, nianlah!!" Jawabku Meyakinkannya.


"Iyo, Wulan. Kuy ceritoi aku nak dengar." Damar mempersilahkan untuk aku memulai



Ku mulai mengawali cerita tentang buku yang baru usai dibaca, Buku itu berjudul "Abadi Laraku". Entah tepatnya kapan dan dimana  aku membelinya, kurasa itu buku sudah lama ada dalam rak buku dikamarku tapi baru beberapa hari yang lalu aku melihat lalu langsung ku baca. Cover dengan warna yang sederhana dan tak ada satupun yang menarik perhatianku sebelumnya, tapi apa yang tertera di dalam lembar-lebar buku itu membuatku begitu terpesona dengan alur cerita dan kisah di dalamnya.


Dimulai dengan seorang bernama Wira yang begitu senang bertemu sahabat lamanya yang ternyata itu adalah Lara teman Wira saat menghabiskan masa kecilnya. Cerita berlanjut saat kedua sahabat itu menghabiskan hari-hari mereka bernostalgia mengulang dan mengulas cerita masa kecil yang begitu bahagia. Berbekal kisah masa lalu itulah keduanya kembali menjalin bersahabatan dengan erat dan Wira sebagai tokoh utama dalam cerita merasa sangat beruntung sebab ia bisa kembali akrab dengan Lara yang ia pikir sudah melupakan pertemanan mereka. Sejak kembali di pertemukan dengan Lara, Wira menjadi begitu memiliki semangat dan tekad untuk meraih cita-citanya sebagai seorang penulis. Baginya, Lara adalah alasannya untuk bertahan dengan semua prinsip yang ia yakini bahkan yang menyadari bakat Wira dalam hal menulis adalah Lara dengan tulisan-tulisan yang diam-diam dibaca oleh Lara saat notebook Wira sedang dipinjami Lara untuk mengerjakan tugas akhir kuliahnya.  


Teng. . . Teng. . . Teng. . .


Bunyi Jam itu sedikit mengganggu dan membuatku ceritaku terhenti seketika, ku lihat damar masih dengan posisi seperti semula dan itu cukup untuk meyakinkanku bahwa ia masih ingin mendengar aku melanjutkan kisahnya. Ku hirup teh yang masih hangat dan kisahnya berlanjut.


Semakin hari Wira merasakan sesuatu yang berbeda dan tentu ia yakin betul ini bukanlah hal yang biasa. Semakin ia coba meredam apa yang ia rasa ternyata semakin dalam rasa itu terpendam dan pada akhirnya rasa itu memberontak dan menguasai seluruh jiwa dan raga. Cinta, siapa yang mampu menepis hadirnya cinta, dan siapa pula yang kuasa menahan dahsyatnya gejolak rasa, semakin ia disembunyikan maka semakin cepat ia mempengaruhi setiap gerak gerik orang yang memilikinya. Wira sadar, rasa yang ia sebut cinta akan mengorbankan jalinan persahabatannya pada Lara, namun sebaliknya, saat ia memaksa memendam perasaan pada akhirnya lambat-laun Lara akan mengetahuinya. Dalam keadaan bingung Wira mencoba menguatkan hati dan memilih,  dan akhirnya Wira menjatuhkan pilihan kedua dan siap dengan segala hal yang bahkan ia akan berat menerimanya. Tahu apa yang  Wira terima?

"Jelas di terimo Lara lah cintanyo Wira, ah klasik cerito itu. Dan endingnyo yo pasti bahagialah." Damar dengan gesit menjawab dan menebak alur ceritanya

"Boleh aku lanjutke ceritonyo wahai Damar yang kadang-kadang sotoy dan nyebelin??" Kupotong pembicaraannya.

"Hm, lanjut. . ." Damar kembali fokus mendengarkan.


Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah itu sangat tepat menggambarkan keadaan Wira selepas ia mengutarakan isi hatinya pada Lara. Cinta ditolak Persahabatan hancur berantakan, saking kesalnya Lara pada Wira yang ia anggap sudah lebih dari sahabat itu, ia bahkan meminta Wira menghapus semua tentang Lara bahkan ia sudah tak ingin mengenal dan menganggap Wira tak pernah ada dalam kisah hidupnya. Begitu terkejutnya Lara dengan Wira yang tiba-tiba menyatakan rasa yang tak pernah ia harapkan sebelumnya.

Kejadian itu membuat kedua sahabat tersebut kembali terpisah, bukan karena keadaan tapi Wira lah yang membuat semuanya berubah. Lara yang harusnya masih ingin menghabiskan masa liburan kuliahnya memutuskan untuk kembali meninggalkan kampung halaman dan akan kembali pulang untuk waktu yang lama. Disisi lain, raut wajah Wira yang dulu selalu berseri kini murung kembali dan menyesali kebodohan yang telah ia buat sendiri. Hampir tiga bulan keduanya tak lagi saling sapa lewat pesan yang biasa mereka lakukan, untuk temu kurasa tak mungkin terwujud sebab Lara sudah terlanjur meninggalkan tempat dimana biasanya mereka menghabiskan hari-hari. Sajak-sajak Wira yang tergores dalam bait-bait kata yang tertuang dalam lembar kertas semua bertema Haru, sampai suatu ketika ia memberanikan diri untuk menyapa Lara lewat pesan :

"Lara. . . Maaf ganggu waktunya. Aku cuma pengen bilang, aku sadar aku salah dan sekali lagi aku minta maaf. Jujur, jika kamu maksa buat aku untuk ngejauhin kamu dan anggap kamu bukan teman aku lagi aku gak bisa apalagi anggap kamu gak pernah ada. Tapi, jika kamu menginginkan aku untuk gak ganggu kamu lagi aku akan usahain dan tentang kamu yang udah gak pernah nganggap aku ada, demi apapun aku udah ikhlas. Sekali lagi kamu boleh nyalahin aku tapi tentang rasa, aku hanya korban dari anugerah yang Tuhan titipkan padaku lewat rasa yang bernama cinta. Satu hal yang perlu kamu ingat, yang jauh itu bukan jarak tapi diam".

Tak lama berselang pesan Wira di balas oleh Lara :

"Wira, aku nangis baca pesan dari kamu. Makasih atas ilmu ikhlasnya, dan  sebenarnya aku pengen jujur sejak awal tapi aku tahu kamu pasti sedih. Aku tau kamu kenal aku udah lama tapi ada hal yang gak pernah benar-benar kamu tau tentang aku. Kamu tahu, saat kamu nyatain perasaan kamu sama aku, aku nahan rasa bahagia dan ternyata perasaan aku selama ini yang sengaja aku pendam juga kamu rasain, tapi aku langsung nolak dak bilang kalo kamu tuh jahat dan manfaatin persahabatan kita untuk ngedapatin hati aku. Tentang aku pengen ngelupain kamu itu cuma alasanku buat biar kamu gak lagi berharap sama aku dan satu hal Wir, yang kamu gak benar-benar tahu siapa aku, aku sakit Wir. Aku udah di diagnosa oleh dokter kalo hidup aku udah gak lama lagi dan itu gak pernah aku ceritain sama siapapun, aku gak pengen orang-orang terdekat aku sedih termasuk kamu Wir. Wira, aku gak pengen ngasih bahagia sesaat lalu sedih berkepanjangan, aku cuma pengen jadi alasan buat orang lain bahagia di sisa hidup aku, udah itu aja!!".

Wira kemudian langsung membalas pesan Lara :

"Ra, Aku udah tahu semua tentang kamu sebelum kamu ceritain semuanya. Tentang sakit kamu, tentang masalah kamu, bahkan tentang masa lalu kamu Ra. Aku udah janji sama diri aku sendiri untuk setidaknya jadi orang yang selalu ada buat kamu dalam setiap keadaan apapun. Aku tahu kamu pernah koma dua tahun lalu dan itu jauh sebelum kita bareng-bareng lagi kayak gini, aku selalu ikuti setiap postingan medsos kamu tentang apapun kesukaan kamu dan taman bunga yang selalu jadi tempat favorit kamu dan itu jauh sebelum kita sedekat ini lagi. Ra, aku mohon jika kamu hanya ingin jadi alasan untuk orang lain bahagia, maka kasih aku kesempatan buat jadi alasan kamu untuk selalu tersenyum meskipun itu susah. Aku udah mutusin hidup aku sepenuhnya aku kasih buat kamu meski dalam keadaan terburuk sekalipun, aku mohon Ra".

Ternyata Wira telah mengetahui semua tentang Lara, tak satupun yang terlewati termasuk hal-hal yang Lara kira Wira belum mengetahuinya bahkan, saat Lara harus di rawat di rumah sakit dan sempat mengalami koma dua tahun lalu dan itu jauh sebelum Wira dan Lara kembali menjalin hubungan persahabatan yang sempat terputus oleh jarak dan keadaan. Bagi Wira, Lara adalah manusia paling spesial dan akan tetap menjadi spesial untuknya, itulah mengapa tak satupun informasi tentang Lara yang lepas darinya.

Kemudian Lara menjawab pesan Wira :

"Makasih Wir, makasih untuk semua usaha kamu ngebuat aku tetap optimis ngejalani hidup, makasih banget atas segalanya. Satu yang perlu kamu tahu Wir, aku akan selalu nunggu Wir, entah kamu yang lebih dulu ngelamar aku atau aku yang lebih dulu dipinang oleh kematian. Dan sederhana saja, jika segala sesuatu telah Allah siapkan untukmu, dia tak akan terlepas dari hidupmu bagaimanapun dunia coba mengganggunya. Tapi, jika bukan Allah takdirkan untukmu, maka akan selalu ada cerita yang mengharuskan semua itu menghilang".

Setelah kejadian itu, Wira memenuhi semua janji yang ia ucap pada Lara dan dirinya sendiri. Sebelum Lara berpulang ke negri abadi, semua keinginan Lara dipenuhi oleh Wira. Bagi Wira senyum Lara adalah segalanya dan satu hal keinginan Lara yang tak pernah terwujud hingga akhir hayatnya, yaitu Lamaran Wira untuk Lara yang di dahului oleh takdir yang tak satupun manusia bisa menolaknya, Iya. . . Kematian. Dan kisahpun berakhir.




Tanpa terasa untuk kedua kalinya air mataku menetes, pertama saat aku membaca dan kedua saat aku menceritakan isi buku itu pada Damar. Kulihat raut wajah Damar nampak ikut sedih hanyut oleh cerita Wira dan Lara. Begitulah hidup dengan segala kemungkinan - kemungkinan dengan warna kisah dan tertuang dalam sejarah semesta yang maha luas ini.

Wajah langit mulai menjingga dan mengharuskan perbincanganku dan Damar terhenti, tak lama kemudian suara adzan mulai saling bersahutan menandakan purna malam telah datang. Kami berpisah dengan masing-masing membawa tanya, apakah Wira memutuskan sendiri di sisa hidup yang akan ia jalankan atau mengikhlaskan rasa demi masa depan yang masih teramat panjang?

Komentar

  1. Damar MVP. Tahu kapan harus bercanda dan mendengarkan~ btw nice story!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiraku Utuh Ternyata Runtuh

Pada akhirnya, semua kisah akan menemui ujung usainya masing-masing, sebab kita berhak bahagia dengan pilihan yang kita tetapkan. Tak apa terluka, selagi yakin masih ada lupa semuanya akan baik-baik saja.  Sembari menikmati instrumen Bossanova di lengangnya ruangan Kopi Lain Hati sore itu, memantik diri dan jemariku mengetik kata demi kata dan tersusun menjadi paragraf dan begitulah tulisan ini dimulai. The Architecture of Love, sebuah novel dari Ika Natassa yang kemudian di filmkan dan diperankan oleh Putri Moreno sebagai Raia dan Nicola Saputra sebagai River, berhasil membuatku kagum dan merasa tak sia-sia datang ke bioskop malam itu. Alur cerita yang tak membosankan dan latar kisah dari kedua tokoh yang tak terlalu di dramatisir membuat film itu sangat layak di tonton. Pertemuan seorang penulis dan seorang arsitek di kota New York dengan tujuan yang sama yaitu Move On dari kisah percintaan mereka masing-masing. Kisah dari dari film tersebut kira-kira begini, “Seorang penulis po...

Bukan Kita

  PUAN Perihal malam ini aku benar-benar ingin mengutuk diri sendiri. Tuan, aku tau tulusmu untuku tapi maaf aku tak bisa merasakannya Mati rasa yang sekarang membuatku tak bisa menerima mu Banyak hal yang tak bisa ku utarakan saat bersamamu Tapi, ada sesuatu yang begitu menjerat tubuh ini Rasa tak pernah ingin mempercayai seseorang lagi itu terus menerus tumbuh Seperti hidup dan bertumbuh Usahamu yang tak pernah menyerah itu masih tak cukup membuat perasaan ini tumbuh Sakit masalalu itu terus terjerat, rasanya untuk mempercayai seseorang lagi itu benar-benar hal yang mustahil Maaf, tuan tapi bolehkah usahamu lebih dikeraskan lagi? Aku percaya disuatu hari aku akan kembali seperti semula walaupun dengan banyak sekali goresan dan kotoran ditubuh aku berharap engkau tak pernah berhenti untuk melakukan semua itu.   TUAN   Puan, tentang peduliku kemarin tak usah kau hirau Aku tahu tulusku tak bisa menembus benteng trauma di hidupmu Puan, kemarin aku menginginkanmu dan menjadi...

Kado Sempro

Semua tentangmu mari kita rayakan, meski hanya kecil-kecilan, meski cuma lewat doa tapi kau adalah manusia paling ikhlas yang pernah ku kenal dan semua kamu mesti kita rayakan.          Perjalananmu tak pernah mudah, perjuanganmu penuh kerikil tajam, darimu aku begitu banyak belajar tentang keikhlasan, kejujuran, bahkan kehidupan. Kau tak pernah lelah memberikan semua yang terbaik demi keluarga tak sekalipun kau terlihat lemah saat manjalani hari penuh rintangan. Kau memang pengganti Ibu yang paling aku sayang, saat masa paling sulitpun hanya kau yang paling bisa menjadi penenang, hampir semua pilihan dalam hidupku kau begitu peka menilai dan apapun pendapatmu tak pernah sekalipun salah, dan aku bersyukur karena Allah menghadirkanmu dalam hidupku. Terlalu banyak air mata jika ku ingat betapa berat hari-hari saat cobaan terberat itu datang tapi kau tetap tegar, terbuat dari apa hatimu adindaku sayang?!      Kadang, dalam sujud aku selalu menye...