Langsung ke konten utama

Sisa Kemah Literasi



Masih di permulaan januari, tepat di tepi sungai yang mengaliri banyak cerita di arus tenangnya, aku dengan filter ber-nikotin yang begitu di puja para pecandu serta di kutuk oleh pembencinya mencoba melunakkan pikiran agar mampu mentransfer setiap isi kepala melalui kedua ibu jariku di layar smartphone dalam bentuk narasi sederhana. Malam ini tepatnya, aku akan menunaikan janjiku menulis kesan tentang kegiatan "Kemah Literasi" yang dilaksanakan pada tanggal 14 sampai15 Desember 2019 tahun lalu. Aku benar-benar lalai, sebenarnya tulisan ini seharusnya sudah tiba di lini masa seminggu setelah usai kegiatan (Maafkan aku kawan) dan itu jelas suatu keteledoran tapi, setidaknya dengan adanya tulisan ini aku telah menunaikan kewajiban.

Jauh sebelum terlaksananya kegiatan Kemah Literasi, awalnya aku dan teman-teman komunitas Ceria Semesta telah lebih dulu membuat rencana dan kemudian melaksanakan kegiatan di desa kelahiranku,  Desa Maur namanya. Oh iya, izinkan aku sedikit bercerita tentang Ceria Semesta. "Ceria Semesta adalah sebuah komunitas belajar yang berfokus pada sosial, budaya dan literasi di desa-desa ataupun kelurahan yang ada di Kota Lubuklinggau, Kabupaten Musi Rawas serta Kabupaten Musi Rawas Utara. Literasi dalam hal ini tidak hanya berkaitan dengan buku-buku namun juga berkaitan dengan alam dan isinya. Membaca bagi kami, tidak harus identik dengan buku ataupun tulisan-tulisan. Mengamati alam beserta seluruh isinya juga termasuk membaca."
Menciptakan semangat literasi merupakan hal yang tidak mudah untuk dilakukan di era digital saat ini. Apalagi berkaitan dengan buku-buku atau koran dan majalah. Anak-anak cenderung malas berhubungan dengan benda-benda yang dipenuhi dengan tulisan dan lebih menyukai gadget yang mereka miliki. Maka dari itu, langkah awal untuk mengenalkan semangat literasi kepada anak-anak adalah dengan mengajak mereka mengenal alam, mengamati (observasi) alam, serta mencintai alam sekitar mereka, hal ini akan membawa anak-anak lambat laun menyukai dunia literasi. Dengan menulis apa yang mereka dapatkan, mengamati objek-objek di sekitar mereka, dan menceritakan hasil pengamatan tersebut kepada teman-teman lainnya diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi anak-anak untuk menyukai tulisan-tulisan, serta membaca apapun yang mereka temukan dalam hidup mereka. Ceria Semesta sebisa mungkin mengajak anak-anak untuk menjaga lingkungan dan memanfaatkannya. Kegiatan-kegiatan yang akan kami lakukan tidak berada di ruang kelas ataupun bangunan beton, bagi kami alam raya adalah sekolah dan di sanalah tempat kami memulai. Berada di tengah kebun atau ladang di sekitar rumah, sungai-sungai atau bahkan hutan sekitaran rumah merupakan tempat kami dalam melakukan proses pembelajaran.

Dan bermula dari situlah gagasan kegiatan Kemah Literasi dapat terwujud dan berjalan dengan baik (meski tak semulus yang kita inginkan dan teman-teman memaklumi hal tersebut, wkwk) yang di inisiasi oleh pemuda Maur dan Beberapa komunitas  seperti Ceria Semesta, Merdesa, Majelis Lingkaran, BennyInstitute, Sang Kopi serta organisasi kepemudaan yang ada di Desa Maur, Karang Taruna dan Ikatan Muda Mudi Maur (Ik3m). Suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri bisa menjadi bagian dari terselenggaranya kegiatan Kemah Literasi dan desaku sebagai tuan rumah Kemah Literasi yang diadakan pertama kali di lingkup daerah Silampari (Musirawas, Lubuklinggau, Muratara). Kegiatan yang menjadi ajang silaturahmi lintas komunitas dan sharing berbagai hal, terutama tentang literasi, dalam rundown kegiatan Kemah Literasi selama dua hari itu pada hari pertama; Kunjungan ke kediaman Kepala Desa dan kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi Desa Maur serta, di hari kedua; belajar sambil bermain bersama anak-anak yang ada di desa Maur yang telah di jadwalkan pada rundown kegiatan di minggu pagi hari terakhir.

Sebagai tuan rumah, sudah menjadi kewajiban mengajak teman-teman dari lintas komunitas mengitari setiap sudut desa hingga menjelajahi hutan dan situs budaya yang ada sembari menjawab pertanyaan ala-ala pelancong yang lumrah terjadi. Aku bersemangat menjawab serta menjelaskan apapun seiring dengan antusiasme pertanyaan-pertanyaan yang mengalir disela bincang dalam perjalanan tiga jam mengeksplorasi desaku. Diantara banyaknya pertanyaan akan ku rangkum menjadi sebuah narasi yang saling terhubung antara satu sama lain.




"Tentang nama desa Maur, memiliki dua versi pertama; Maur di ambil dari kata Mawar yang konon katanya, di hulu sungai Maur pada mulanya terdapat kebun bunga mawar yang begitu luas sehingga semerbak harumnya sampai ke seantero kampung sehingga siapapun yang datang menyebut kampung itu sebagai kampung mawar. Seiring perkembangan zaman dan masuknya para penjajah (Belanda) menjadi cikal bakal nama Mawar berubah menjadi Maur, sebab bahasa Balanda dan pelafalan khas / aksen dalam menyebut huruf R menjadi KH (seperti abjad ke-tujuh dalam bahasa Arab) sehingga, kata Mawar menjadi Mawakh dan masyarakat sekitar melafalkannya menjadi Maukh dan akhirnya menjadi kata Maur".

Versi kedua, "Maur berasal dari kalimat dalam Al Quran Mauroo (مَوْرًا) yang berarti sungguh-sungguh berguncang (tidak tetap, goyah atau berubah dengan cepat dan menjadi tidak teratur). Definisi tersebut persis dengan kejadian-kejadian yang pernah menggemparkan di desa Maur dalam beberapa masa, yang masih jelas dalam ingatan adalah di awal tahun 80an desa Maur dikenal dengan Mekkah Kecil (Serambi Mekkah) lengkap dengan air pancuran yang berada tepatdi sebelah masjid An-Nur menjadi penawar berbagai penyakit. Desa Maur semula dikenal tempatnya para Alim Ulama, menjadi pusat bagi para penuntut ilmu agama  yang para pelajarnya bukan hanya dari masyarakat setempat melainkan dari desa-desa tetangga. Suasana desa santri begitu kentara yang ditandai saat waktu sholat tiba setiap masyarakat berbondong-bondong ke masjid demi menunaikan sholat berjamaah pun saat Maghrib tiba, suasana di jalanan begitu senyap namun, hampir di setiap rumah riuh dengan suara anak-anak mengaji hingga adzan Isya' berkumandang dan itu bertahan hingga akhir tahun 90an. Aku termasuk generasi terakhir yang merasakan kearifan suasana tersebut sebab, di awal abad milenial semuanya perlahan menghilang dan keadaan seakan berbalik 180 derajat. 

Tahun 2000an hingga 2010 awal Maur berubah menjadi nama yang menakutkan dan selalu di perbincangkan karena ulah sebagian remaja yang hilang kendali terhadap arus globalisasi yang tak di imbangi dengan bekal literasi (pengetahuan agama maupun pengetahuan umum) dan bersamaan ditutupnya air pancuran yang telah lama menjadi sumber serta obat mujarab (yang tentunya berkat curahan rahmat dari Sang Pencipta)  entah atas dasar dan alasan apa hingga, berdampak negatif pada masyarakat yang kemudian berimbas pada merosotnya moral, budaya dan sosial yang kemudian  harumnya nama Maur jelmaan bunga mawar kemudian layu diterjang banjir bandang. 

Hal wajar bila yang menjadi pertanyaan sakral teman-teman adalah tentang keamanan baik dalam perjalanan maupun keadaan saat berada selama dua hari di desa Maur sebab, fenomena terakhir pada pernyataanku diatas dan pada akhirnya mereka jualah yang berhak menilai dan merasakan sensasi selama berkegiatan.




Ketika di salah satu Makam tertua di desa Maur, Makam Bunayu dan Putri Darah Putih (yang biasa kami sebut dengan makam Keramat) namanya dan sebagian besar masyarakat meyakini bahwa dari sinilah asal muasal keturunan desa Maur yang mula-mula membangun peradaban di desa maur disekitaran bantaran Sungai Sekayun yang berada sekitar 3 kilometer dari pemukiman masyarakat Maur saat ini.  kembali aku menjelma sebagai budayawan saat diminta oleh teman-teman untuk menceritakan kisah Bunayu dan keluarganya. Setelah Bunayu dan Darah Putih menetap dan beranak-pinak kisah dimulai dari sang anak pertama dan anak kedua, diceritakan bahwa Anak pertama mendapatkan gelar Patih dari sang Ayah sedang sebagai anak kedua ia hanya diberi beberapa warisan berupa keris dan sebagian harta yang telah dibagi secara adil. Sang adik memutuskan untuk merantau demi belajar mandiri dan menimbah ilmu agar menjadi kstaria. Singkat cerita sekembali dari perantauan sang adik kecewa pada sang kakak sebab tak memberi kabar berita tentang kematian sang Ayah, dari situlah sang adik merajuk dan bersumpah tidak akan kembali dan memutuskan pergi bahkan saking kecewanya sealiran sungai saja ia tak mau lagi. Setelah berjalan berbulan-bulan menelusuri anak sungai dan bertemu anak sungai yang baru berulang kali pula ia kembali pada muara yang sama yaitu sungai Sekayun kemudian setelah puluhan anak sungai ia telusuri berhentilah ia pada muara Sungai Limau yang ujung muara adalah ke laut lepas Bengkulu dan di tepi sungai itu pula ia memutuslan untuk menjalani sisa kehidupannya yang di kemudian hari di kenal dengan desa Sekayun tempat desa tersebut tidak jauh dari kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Ada satu hal yang menarik, saudara sedarah tetaplah saudara yang tak mungkin takenyisakan penyesalan dan keinginan bertemu sebab rindu, tapi ego begitu sulit ditaklukkan hingga kedua Kakak beradik tersebut hanya berpesan pada anak keturunannya "Jika kau ingin mengetahui ia adalah saudaramu yang merajuk tanpa mampu dibujuk, lihatlah jari telunjuknya sebab, keturunan kita memiliki jari telunjuk yang tidak lurus. Jika bertemu sampaikan pada mereka merajuk berkepanjangan tak usah dijadikan tabiat sebelum kecewa cobalah berkaca mungkin kita yang bersalah tak pernah memberi kabar berita saat jauh dari rumah". Kebetulan atau tidak, semua keturunan Maur dan Sekayun memiliki jari telunjuk yang sama, sama-sama bengkok.




Waktu dua hari teramat singkat untuk kegiatan seperti ini meski begitu, tulisan ini sebenarnya masih belum cukup untuk menguraikan semua kejadian yang menyenangkan selama kegiatan. Untuk Pak Kades, Tengkiu telapau. Semakin banyak pemimpin Muda seperti beliau, semakin cepat berkembang peradaban sebab peradaban berawal dari desa mengutip slogan MERDESA, Tengkiu teman-teman lintas komunitas, sekali lagi saya bangga bisa menjadi bagian terwujudnya kegiatan sederhana penuh makna ini. Jika berkenan atas sebuah kesan boleh kiranya suatu kala datang dan kita kembali berkegiatan. terimakasih atas semua pembelajaran, Belajar saling memahami, belajar saling menerima dan pada akhirnya pelajaran yang paling berharga adalah Bersyukur dengan segala keadaan dan terus bergerak demi kesadaran sampai pada akhirnya terciptalah peradaban-peradaban yang cemerlang di masa depan.

      


        Kemah Literasi . . .


Kuy Meco, Meco, Meco !!!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kiraku Utuh Ternyata Runtuh

Pada akhirnya, semua kisah akan menemui ujung usainya masing-masing, sebab kita berhak bahagia dengan pilihan yang kita tetapkan. Tak apa terluka, selagi yakin masih ada lupa semuanya akan baik-baik saja.  Sembari menikmati instrumen Bossanova di lengangnya ruangan Kopi Lain Hati sore itu, memantik diri dan jemariku mengetik kata demi kata dan tersusun menjadi paragraf dan begitulah tulisan ini dimulai. The Architecture of Love, sebuah novel dari Ika Natassa yang kemudian di filmkan dan diperankan oleh Putri Moreno sebagai Raia dan Nicola Saputra sebagai River, berhasil membuatku kagum dan merasa tak sia-sia datang ke bioskop malam itu. Alur cerita yang tak membosankan dan latar kisah dari kedua tokoh yang tak terlalu di dramatisir membuat film itu sangat layak di tonton. Pertemuan seorang penulis dan seorang arsitek di kota New York dengan tujuan yang sama yaitu Move On dari kisah percintaan mereka masing-masing. Kisah dari dari film tersebut kira-kira begini, “Seorang penulis po...

Bukan Kita

  PUAN Perihal malam ini aku benar-benar ingin mengutuk diri sendiri. Tuan, aku tau tulusmu untuku tapi maaf aku tak bisa merasakannya Mati rasa yang sekarang membuatku tak bisa menerima mu Banyak hal yang tak bisa ku utarakan saat bersamamu Tapi, ada sesuatu yang begitu menjerat tubuh ini Rasa tak pernah ingin mempercayai seseorang lagi itu terus menerus tumbuh Seperti hidup dan bertumbuh Usahamu yang tak pernah menyerah itu masih tak cukup membuat perasaan ini tumbuh Sakit masalalu itu terus terjerat, rasanya untuk mempercayai seseorang lagi itu benar-benar hal yang mustahil Maaf, tuan tapi bolehkah usahamu lebih dikeraskan lagi? Aku percaya disuatu hari aku akan kembali seperti semula walaupun dengan banyak sekali goresan dan kotoran ditubuh aku berharap engkau tak pernah berhenti untuk melakukan semua itu.   TUAN   Puan, tentang peduliku kemarin tak usah kau hirau Aku tahu tulusku tak bisa menembus benteng trauma di hidupmu Puan, kemarin aku menginginkanmu dan menjadi...

Kado Sempro

Semua tentangmu mari kita rayakan, meski hanya kecil-kecilan, meski cuma lewat doa tapi kau adalah manusia paling ikhlas yang pernah ku kenal dan semua kamu mesti kita rayakan.          Perjalananmu tak pernah mudah, perjuanganmu penuh kerikil tajam, darimu aku begitu banyak belajar tentang keikhlasan, kejujuran, bahkan kehidupan. Kau tak pernah lelah memberikan semua yang terbaik demi keluarga tak sekalipun kau terlihat lemah saat manjalani hari penuh rintangan. Kau memang pengganti Ibu yang paling aku sayang, saat masa paling sulitpun hanya kau yang paling bisa menjadi penenang, hampir semua pilihan dalam hidupku kau begitu peka menilai dan apapun pendapatmu tak pernah sekalipun salah, dan aku bersyukur karena Allah menghadirkanmu dalam hidupku. Terlalu banyak air mata jika ku ingat betapa berat hari-hari saat cobaan terberat itu datang tapi kau tetap tegar, terbuat dari apa hatimu adindaku sayang?!      Kadang, dalam sujud aku selalu menye...